Tips Berbelanja Online agar Tidak Boros


Berbelanja online kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Hanya dengan satu sentuhan jari di layar ponsel, barang apa pun bisa datang ke depan pintu rumah kita. Namun, di balik kemudahan itu, terselip risiko keborosan yang sering tidak disadari.

Menurut survei dari beberapa platform e-commerce, lebih dari 60% pembeli online mengaku pernah membeli barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya karena tergoda promo atau diskon besar-besaran.

Lalu, bagaimana cara agar kita tetap bisa menikmati kenyamanan belanja online tanpa terjebak boros? Berikut penjelasan dan analisisnya.

1. Buat Daftar Kebutuhan yang Jelas Sebelum Belanja

Sebelum membuka aplikasi e-commerce, biasakan untuk menulis daftar kebutuhan. Misalnya, “sepatu kerja baru, sabun mandi, dan charger ponsel.” Dengan begitu, kamu punya arah dan batasan yang jelas saat belanja.

Tanpa daftar, kita cenderung membuka aplikasi secara acak dan akhirnya membeli barang yang “terlihat lucu” atau “sayang kalau dilewatkan”.

Dalam psikologi konsumen, fenomena ini disebut impulse buying  yaitu pembelian tanpa perencanaan yang didorong oleh emosi sesaat, bukan kebutuhan.

Analisis: Dengan memiliki daftar belanja, kita mengaktifkan sisi rasional otak (prefrontal cortex) untuk mengontrol keinginan spontan. Ini membantu menahan dorongan emosional akibat iklan visual yang sengaja dirancang untuk menggoda konsumen.

2. Tetapkan Anggaran Belanja Bulanan

Disiplin finansial dimulai dari perencanaan. Tetapkan batas pengeluaran maksimal untuk belanja online, misalnya 10% dari total penghasilan bulanan. Jika pendapatan kamu Rp5 juta, maka batas aman untuk belanja online adalah Rp500 ribu per bulan.

Selain itu, pisahkan rekening khusus untuk kebutuhan konsumtif. Dengan cara ini, kamu bisa mengendalikan keuangan lebih mudah karena uang kebutuhan dan keinginan tidak bercampur.

Analisis: Prinsip ini sejalan dengan teori pengelolaan keuangan “50-30-20 rule”: 50% untuk kebutuhan pokok, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan/investasi. Dengan disiplin mematuhi batas tersebut, kamu dapat menikmati belanja tanpa merasa bersalah.

3. Hindari Belanja di Waktu Senggang atau Saat Emosi

Banyak orang membuka aplikasi belanja saat sedang bosan, stres, atau bahkan sedih — padahal kondisi emosional seperti itu sangat mempengaruhi keputusan finansial.

Fenomena ini disebut “emotional spending”, di mana seseorang menggunakan belanja sebagai bentuk pelarian dari emosi negatif. Hasilnya, barang memang terbeli, tapi perasaan puasnya hanya sesaat.

Cobalah untuk tidak membuka e-commerce tanpa tujuan jelas, terutama menjelang tengah malam atau ketika sedang lelah. Waktu-waktu seperti itu biasanya membuat kita lebih impulsif dan kurang rasional dalam mengambil keputusan.

Analisis: Penelitian perilaku menunjukkan bahwa tingkat dopamin meningkat ketika seseorang menekan tombol “checkout” itulah sebabnya belanja terasa menyenangkan. Tapi dopamin ini cepat hilang, digantikan rasa menyesal setelah melihat tagihan.


4. Bandingkan Harga dan Perhatikan Ulasan Produk

Jangan langsung tergiur dengan satu toko atau satu harga. Lakukan perbandingan antar-penjual, karena harga bisa berbeda jauh meskipun produknya sama.

Selain itu, baca ulasan dan rating pembeli lain sebelum membeli. Banyak kasus di mana pembeli kecewa karena foto produk tidak sesuai kenyataan.

Analisis: Perilaku membandingkan harga (price comparison behavior) menunjukkan tingkat kedewasaan finansial seseorang. Konsumen yang rajin mengecek ulasan dan harga biasanya lebih puas terhadap pembelian karena keputusan mereka didasarkan pada informasi, bukan emosi.

5. Waspadai Promo dan Flash Sale yang Menjebak

Promo seperti “11.11”, “12.12”, atau “Midnight Sale” memang dirancang untuk memicu urgensi buatan (artificial urgency). Platform belanja sengaja menampilkan hitungan mundur dan notifikasi “hampir habis” untuk menekan psikologimu agar cepat membeli.

Padahal, tidak semua promo benar-benar memberikan harga terbaik. Terkadang harga “sebelum diskon” dinaikkan terlebih dahulu agar tampak seolah-olah potongannya besar.

Tips Analitis: Sebelum membeli, bandingkan harga barang di hari biasa. Jika selisihnya kecil, jangan tergiur. Tanyakan pada diri sendiri,

“Kalau tidak ada promo, apakah aku tetap akan beli?”

Jika jawabannya tidak, berarti barang itu bukan kebutuhan.

6. Gunakan Strategi “Keranjang Dulu, Beli Nanti”

Ketika kamu melihat barang menarik, masukkan dulu ke keranjang dan jangan langsung checkout. Biarkan selama 24–48 jam. Jika setelah dua hari kamu masih merasa butuh barang itu, maka lanjutkan pembelian. Jika tidak, hapus dari keranjang.

Strategi ini efektif karena membantu kita menghindari keputusan spontan. Setelah emosi belanja mereda, kamu akan berpikir lebih rasional dan sadar apakah barang tersebut benar-benar perlu.

Analisis: Teknik ini dikenal sebagai “cooling-off period”, digunakan dalam psikologi perilaku untuk mengurangi impulsifitas. Dengan memberi jeda waktu, otak punya kesempatan untuk mengevaluasi kembali keputusan finansial dengan tenang.

7. Gunakan Dompet Digital dengan Bijak

Dompet digital dan kartu kredit mempermudah transaksi, tapi juga membuat pengeluaran terasa “tidak nyata” karena uang tidak terlihat secara fisik. Inilah yang disebut “cashless illusion”  di mana orang lebih mudah mengeluarkan uang ketika tidak memegang tunai.

Gunakan fitur promo dengan cerdas: cashback dan voucher memang bisa membantu, tapi jangan sampai kamu membeli sesuatu hanya karena ada cashback.

Analisis: Dalam ekonomi perilaku, transaksi non-tunai menurunkan “pain of paying” atau rasa sakit saat mengeluarkan uang. Artinya, semakin mudah membayar, semakin besar potensi untuk boros. Maka, selalu periksa riwayat transaksi setiap minggu.

8. Batasi Akses ke Aplikasi Belanja

Jika semua cara di atas belum cukup, langkah terakhir adalah membatasi akses ke e-commerce. Kamu bisa logout dari akun belanja, menghapus aplikasi dari ponsel, atau menonaktifkan notifikasi promo.

Langkah ini efektif untuk orang yang mudah tergoda oleh iklan dan diskon.

Analisis: Prinsipnya sama dengan “environmental control” mengendalikan lingkungan agar mendukung kebiasaan baik. Dengan menghapus aplikasi, kamu memutus jalur kebiasaan (habit loop) yang sering memicu perilaku konsumtif.

Kesimpulan: Belanja Online itu Boleh, Asal Terkendali

Berbelanja online adalah bentuk kemajuan teknologi yang memudahkan kehidupan, tapi tanpa kontrol, bisa menjadi jebakan finansial.

Kunci utamanya bukan berhenti belanja, melainkan belanja dengan kesadaran dan rencana.

Dengan membuat daftar kebutuhan, menetapkan anggaran, menunda pembelian impulsif, dan memahami trik psikologis di balik strategi marketing, kamu bisa menikmati manfaat dunia digital tanpa kehilangan kendali atas keuanganmu.

Pesan Akhir

“Bijak dalam belanja bukan berarti pelit, tapi tahu kapan dan untuk apa uangmu digunakan.”

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama